ALUR
CINTA KU BERSAMA PARIBAN
2010 adalah tahun yang pertama aku melihat mu
, kamu datang dari pekan baru ( Riau ) untuk menjumpai Namboru ( mamanya ) di
kampung sorkam yaitu tepatnya di Tapanuli Tengah, Sumut. Aku sangat senang bisa berjumpa bersama dia.
Dia adalah partalian sianturi paribanku. Pariban adalah Seorang anak laki-laki
memanggil “pariban” kepada anak perempuan dari Tulang (Tulang berarti
paman, saudara laki-laki ibu baik kakak maupun adik dari ibu), sebaliknya
seorang perempuan menyebut “pariban” kepada anak laki-laki dari
Namboru-nya (Namboru bisa berarti bibi/tante, saudara perempuan ayah.
Ketika
dia datang dari pekan baru aku masih berumur 16 tahun tepatnya kelas 1 SMK dan
dia berumur 27 tahun. aku belum mengerti
apa arti dari sebuah keseriusan. Sebelum dia datang, Dia telah mengungkapkan perasaannya melalaui
via telepon. aku menerimanya sebagai pacarku. Aku beranggapan, dia tidak serius
dengan ucapanya karena perbedaan umur yang sangat jauh dan dia belum penah
melihat ku setalah besar, mana mungkin dia mengatakan hal seperti itu jika dia
ingin serius padahal belum kenal. Menurut ku itu mustahil, dia hanya
mempermainkan ku.
Setelah
paribanku sampai di kampung, aku berjumpa dengannya. hati ku begitu deg-deg
kan, sehingga aku tak sanggup menatap wajahnya. Padangan mata nya begitu tajam
melihatku yang membuat ku merasa takut melihatnya. Bau badannya sangat tidak
enak di cium, munkin dia sudah 3 hari belum mandi. Jarak 5 meter dari dia bau
itu masih terasa. Siapa saja yang dekat dengan dia pasi gak tahan. Lain dengan
ku, entah kenapa aku menyukai bau tubuhnya, dan aku nyaman bersamanya.
Setelah
beberapa hari dia berada di kampung, kami pergi kepantai binasi bersama dengan
keluarga, kami bermain air dan sesekali
di memengang tanganku dengan erat. aku
sangat senang sekali walaupun itu hanya permainan dia saja. Dan sejak itu lah
aku bahagia dan nyaman bersamanya. Aku tidak tahu apakah aku sudah jatuh cinta
dengannya atau tidak, rasa sayang ku mulai tumbuh dengannya. Dan itu lah
pertama kali aku benar- benar merasakan sebuah kebahagian dan tak terlupakan.
Setelah
seminggu lamanya dia berada dikampung, dia harus pulang ke pekan baru. Sebelum
dia pulang , dia menarik tanganku dan membawa ku kekamar. Dia mencium ku dengan lembut dan aku
juga membalas ciuman itu dengan tulus. Dia mengatakan sesuatu sambil memandang
wajah ku dengan tajam. Dia ingin aku tetap miliknya. Aku tetap tidak percaya
dengan omongan dia. itu hanya sebuah
pemainan belaka saja karna aku masih anak-anak yang belum mengerti dan dianggap
boneka saja dalam pikiranku. Walaupun aku tak percaya dengan dia, sepertinya aku mulai sayang dan cinta
dengannya. Rasanya tak ngin berpisah dengannya.
Tepat
jam 1 siang , dia bergegas pulang ke pekanbaru. Rasanya sedih sekali ditinggal
kan olehnya. Tak ada kabar setelah dia sampai, setelah dia berada dipekanbaru
selama 2 minggu baru dia menelpon aku dan setelah itu tidak pernah lagi selama
5 tahun. Dia memiliki pacar di pekanbaru dan begitu juga dengan aku, walaupun
aku tak sepenuhnya menyayanginya.
Setelah
sekian lama tak ada kabar di antara kami, kami dipertemukan lagi. Dia datang
kemedan bersama dengan bosnya. Lima tahun lamanya tak berjumpa dan tidak ada
komunikasian antara kami. Dan kini tiba-tiba berjumpa dan hati ku kembali
deg-deg kan tak karuan. Kami habiskan semalam bersamanya tanpa tidur sedikit
pun, kami melepaskan rindu yang sudah begitu lama. Walaupun rindu tak terobati
secara tuntas karna pagi-pagi sekali dia
akan kembali lagi ke pekan baru. Perasaan ku kembali sedih lagi. Tak
ingin lagi melepasnya. Tapi apa yang harus kuperbuat, aku tak berdaya. Selama
perjalan pulang dia ngesemes aku “ I miss you “ . aku sangat bahagia membaca sms seperti itu.
walaupun bagi orang itu biasa saja bagi ku itu adalah sebuah kebahagian bagi
ku. Saat itu aku masih kuliah tepatnya
masih semester 4.
Sebulan
kemudian, aku memberanikan diri untuk menelpon dia . aku bertanya bagaimana
kabarnya, apa yang dirasakannya, kami bercerita selama dua jam tak terasa bagi
kami. Sehingga muncul pertanyaan ku boleh kah aku datang ketempat mu pekanbaru? dia menjawab dengan senang hati
akan kusambut diri mu disini pariban. Aku sangat senang mendengar jawaban tersebut. Selang beberapa hari dia
menelpon aku untuk memastikan apakah aku jadi datang kesana atau tidak.
Sebenarnya aku kurang yakin dan banyak pertimbangan- pertimbangan bagi ku untuk
menjumpai seorang lelaki. Jika aku kesana apa yang terjadi pada diri ku.? Apa
akibat atas perilaku ku?. Kemudian aku menjawab maaf pariban, aku gak bisa
datang kesana berhubung aku masih ada jadwal kuliah dan aku masih menjalani
hubungan dengan seseorang. Mendengar perkataan seperti itu pariban sangat marah
kepada ku dan sempat mengungkapkan sebuah kata kepadaku “ apakah aku mengganggu
mu?”. Kemudian aku menjawab” aku tidak terganggu sama sekali , hanya saja kita
membatasi komunikasian kita karena aku sudah punya pacar”. “ oke ! aku tidak
akan pernah menelpon mu lagi”. Mendengar perkataan seperti itu aku biasa saja
mendengarnya karna ada hati yang dijaga walaupun aku tak sepenuhnya
menyayanginya.
Seminggu
kemudian dia menelpon aku, padahal dia sudah janji tidak akan menelpon aku
lagi. Entah apa lagi yang mau di katakan. Dia curhat , sebenarnya dia sangat
menginginkanku sebagai pacarnya bahkan lebih. dia kelihatannya sangat
sungguh-sungguh menceritakan seperti apa keinginan dan dirinya sebenarnya. Yahh....., aku
tak begitu open sih dengan perkataannya. Walaupun aku tak begitu open, aku
selalu kepikiran dengan kata-katanya. Mau tidur, makan, mandi, ngampus juga
kepikiran,jadi pusing lah.
Tak
seberapa lama, aku putus dengan pacar ku. Sejujurnya aku sudah bosan dengan
aturan- aturan yang dia buat dan sangat cemburuan. Rasa nyaman dan kebahagian tidak pernah aku
dapatkan dari dia. Setelah putus dari dia rasanya lega banget, entah kenapa
setelah putus tak sedikut pun rasa penyesalan yang timbul dari hati ku.
Sepertinya aku sudah lepas dari perjara. Sejujurnya ku mengharapkan seorang
pacar yang membuat ku tidak merasa bosan dan mengerti dengan keadaaan ku. Aku
sangat mengharap kan itu dari paribanku karena rasa sayang ku belum pudar
walaupun sudah lima tahun lamanya berpisah.
Tiga
minggu kemudian, pariban ku menelpon lagi untuk memastikan apa aku jadi datang
atau tidak. Aku menjawab “ya, aku akan datang kira-kira seminggu lagi menunggu
minggu tenang”. Aku tidak mau mengorbankan kuliah ku hanya untuk
bersenang-senang. Semua harus dipersiapkan tuk menghadapi seorang pariban yang
umurnya jauh diatas ku. Walaupun begitu aku sudah memikikan itu.
b e r s a m b u n g .......